AG892KEDIRIRAYA.COM ||KAB.KEDIRI - Setiap datangnya Bulan Suro, terutama saat Jumat Pahing masyarakat Desa/Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri menggelar ritual sakral yang sudah diwariskan turun-temurun.
Tradisi bernama Mendhem Golek Kencono ini bukan sekadar simbol budaya, tapi juga dipercaya sebagai penolak bala dan bentuk syukur kepada Sang Pencipta.
Golek Kencono sendiri adalah boneka dari tepung ketan yang menyerupai sepasang bayi laki-laki dan perempuan.
Tradisi ini diyakini berakar dari masa Majapahit, saat masyarakat mempersembahkan bayi asli sebagai tumbal keselamatan desa.
Seiring berjalannya waktu, praktik tersebut telah berubah menjadi lebih beradab dengan mengganti bayi asli menjadi boneka simbolis yang dikubur secara ritual di dua titik berbeda.
Prosesi Mendhem Golek Kencono selalu dilakukan setiap Jumat Pahing di bulan Suro.
Dua boneka yang satu mewakili bayi laki-laki, lainnya perempuan dimasukkan ke dalam tanah secara khidmat dan penuh doa seperti memakamkan mayat.
Boneka laki-laki dikubur di pertigaan Pasar Kandangan, sementara boneka perempuan dimakamkan di depan pos kamling Jalan Veteran Desa Kandangan yang berbatasan dengan desa sebelah
"Dari saya kecil sudah ada tradisi seperti ini. Setiap tahun selalu dilaksanakan, dan warga percaya ini menjaga desa dari mara bahaya," kata Nanik (55), warga yang rumahnya tak jauh dari
Sebelum menguburkan boneka tersebut, pemerintah desa setempat mengarak dari balai desa dan berkeliling berjalan kaki.
Dengan pakaian khas adat Jawa, warga berjalan mengarak boneka, didepannya terdapat gunungan hasil bumi.
Kedua boneka bayi digendong dengan peti kayu yang dibalut kain jarik.
Kepala Desa Kandangan, Hendro Misdiono menyebutkan bahwa tradisi ini merupakan bagian dari rangkaian bersih desa yang rutin digelar setiap tahun.
Tahun ini, prosesi dimulai dengan galian di dua lokasi, dilanjutkan dengan selametan doa bersama, santunan anak yatim, hingga pertunjukan wayang kulit.
"Tradisi ini adalah warisan budaya yang harus terus dilestarikan. Kami ingin memastikan, meski zaman berubah, nilai-nilai leluhur tetap hidup dan mengikat kekompakan warga," kata Hendro.
Yang membuat tradisi ini semakin menarik dan misterius adalah keyakinan warga bahwa saat boneka disembelih secara simbolis dan dibacakan doa-doa, akan keluar darah dari boneka tersebut.
Hal ini dipercaya sebagai pertanda bahwa ritual tersebut masih memiliki kekuatan spiritual. Namun saat ini darah tersebut diganti dengan saus merah.
Meskipun telah dimodifikasi agar tidak bertentangan dengan nilai hak asasi manusia dan agama, nuansa magis dan penghormatan terhadap leluhur tetap kental terasa.
Bahkan, bacaan tahlil dan doa-doa kini menyertai pelaksanaan prosesi dan menambah kekhidmatan acara.
"Ini juga sebagai uri-uri budaya di Desa Kandangan," ucapnya.
REPORTER:AG892/AK


0 Komentar