
AG892KEDIRIRAYA.COM ||KEDIRI - Ratusan warga Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri berunjuk rasa di depan Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Kediri, Kamis (28/8/2024) pagi.
Mereka menolak penetapan lahan fasilitas sosial (fasos) di area yang selama ini digarap petani.
Sekitar 300 warga yang tergabung dalam Paguyuban Tani Puncu Makmur datang sambil membawa spanduk penolakan.
Massa menilai lokasi lahan fasos yang dipatok pemerintah tidak sesuai kesepakatan awal.
Jihad Kusumawan, perwakilan DPW Gerakan Masyarakat Kehutanan Sosial Indonesia (Gema PS Indonesia) Jawa Timur yang mendampingi aksi menyebut bahwa lahan yang dipatok berada di kebun G3536.
Padahal, berdasarkan redistribusi tanah (redis) tahun 2024 titik fasos seharusnya berada di kawasan Cengkean dengan luas sekitar 60 hektare.
"Agenda hari ini itu kami berdoa dengan teman-teman paguyuban di Desa Puncu. Kami mengutarakan kaitan dengan pematokan kemarin siang yang tidak bisa kami terima. Dulu Februari 2024 sudah ada redis 60 hektare dan diserahkan sertifikatnya oleh Bapak Haji Cahyanto. Nah, kenapa hari ini justru dipatok di lokasi lain tanpa sepengetahuan petani?,"ungkap Jihad.
Dia menambahkan, terdapat sekitar 70 KK yang selama ini menggarap lahan di lokasi tersebut.
Namun tidak ada satupun yang mendapat pemberitahuan terkait pematokan ulang. Menurutnya, hal itu justru memicu keresahan di kalangan masyarakat.
"Ujug-ujug datang, tiba-tiba dipatok, habis itu menimbulkan keresahan. Kami sebagai petani menolak. Apalagi yang digarap ini murni petani, bukan pihak lain. Ada jagung, cabai, dan tanaman lain di sana," tegas Jihad.
Massa aksi menilai pematokan lahan di luar hasil redis 2024 menyalahi aturan.
Mereka mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Reforma Agraria yang menyebutkan jika tidak ada usulan baru, maka lahan yang sudah diukur masuk sebagai objek reforma agraria.
Lebih jauh, warga menyebut sejumlah hal yang menjadi alasan penolakan.
Pertama, lokasi yang dipatok BPN disebut sudah dua kali ditinjau oleh Dirjen ATR pada 2022-2023 dan selalu ditolak masyarakat.
Kedua, lokasi tersebut berada di kawasan rawan bencana sehingga dinilai tidak layak dijadikan fasos atau fasum.
Ketiga, warga mempertanyakan motif pemerintah yang tetap memaksakan pematokan lahan bermasalah.
"Ada apa Pemda, Pemdes, dan BPN bersikeras melakukan hal-hal yang sejak lama menimbulkan konflik?," demikian pernyataan sikap petani.
Keempat, mereka menolak rencana pensertifikatan lahan bekas HGU PT Mangli Dian Perkasa sebagai fasos/fasum desa.
Kelima, warga juga menolak perpanjangan permohonan HGU oleh PT Mangli yang dianggap merugikan masyarakat.
"Lebih dari 70 KK sudah bertahun-tahun menggarap lahan itu. Kalau fasos dipaksakan di sana, artinya kami akan terusir dari tanah yang kami rawat," tambah Jihad.
Petani menegaskan akan terus menolak pematokan di luar kesepakatan.
Mereka mendesak ATR/BPN bersama Pemkab Kediri mengembalikan titik fasos ke lokasi awal sesuai redistribusi tanah 2024.
Jika tuntutan tak dipenuhi, warga siap menggelar aksi lanjutan dengan massa lebih besar.
Aksi yang dimulai sejak pukul 06.30 WIB ini berlangsung tertib dengan penjagaan aparat kepolisian dan TNI.
Namun hingga berita ini dipublikasikan siang ini massa mengaku belum mendapat tanggapan resmi dari pihak BPN Kabupaten Kediri.
REPORTER : AG892/Romay

0 Komentar